The Guardian Angel "Tanpa Batas"


Syra punya teman baik bernama Angel. Angel merupakan gadis keturunan Batak yang lahir dan tinggal di Papua. Jadi maklumlah kalau dia mempunyaii kulit putih. Angel dan Syra adalah teman akrab sewaktu masih di bangku SMA. Pada awal masuk SMA mereka memang tidak saling mengenal namun 2 tahun satu kelas dengannya menimbulkan pertemanan di antara mereka. Setelah lulus Angel berencana melanjutkan kuliah di salah satu universitas swasta ternama di Jakarta. Selama 4 tahun kami melanjutkan komunikasi hanya melalui telefon dan social media.
***
(kringgggg……kringgggg)
“Halo?”
“Syraaaa…. Aku kangen banget sama kamu. Liburan akhir semester ini aku ada rencana buat ke Jogja. Minggu ini aku mau berangkat ke sana yaaa…. Tunggu aku.”


Suara lebay itu sudah lama itu kini terdengar lagi ditelinga Syra. Kali ini Angel ingin menghabiskan liburannya di kota di mana dia menemukan sejuta kenangan dan kota di mana dia bermimpi yakni Jogja. Di Jogja ini Angel mengenal salah satu laki-laki yang ia sukai. Dia bernama Guido Guardian Nelson. Ian, begitu ia disapa, ia adalah gebetan Angel semasa SMA yang berselisih satu tahun lebih muda darinya. Ia juga duduk di salah satu universitas negeri ternama di Jogja dan juga lulusan dari salah satu sekolah swasta di Jogja. Namun dengar-dengar dia mendapatkan beasiswa study ke Jerman. Jogja juga merupakan kota kelahiran Syra di kota ini pula ia menemukan pasangannya yang bernama Yose yang juga merupakan kakak kelas di SMA dan bangku kuliah.
***
 “Syra, jemput aku lah di bandara. Hehe. Sekalian nanti kita jalan-jalan menikmati suasana Jogja. Udah lama aku gak jalan. Di Jakarta mah sumpek gak ada ruang bebas seperti di Jogja.”
“Hahaha… iya-iya nanti aku jemput deh. Jam berapa sampek Jogja?”
“Jam 5 sore yaa.”
“Siap deh. Nanti nginep aja sih di rumah aku. Biar gak pusing aku temenin kamu.”
“Makasih yaaa…”

Waktu sudah menunjukkan pukul 4 sore, lebih baik ia datang lebih dahulu daripada terlambat. Syra pun segera meluncur ditemani Nissan Jukenya menuju ke bandara. Hmm.. cukup bosan ternyata menunggu. Di sela waktu luang itu Syra menyempatkan untuk membaca buku yang baru saja ia beli di salah satu toko buku favoritnya. Tak lama kemudian terdengar teriakan yang tak berubah dan sudah lama tak Syra dengar. Angel, nah itu orang yang ia tunggu-tunggu dari tadi. Dengan gaya yang kasual seperti yang pernah ia lihat sewaktu ia di Jogja. Ciri khas yang sangat ia suka selama ini.

“Hey, apa kabar kamu Ngel?”
“Kabar baik dong, kamu sendiri? Eh iya, gimana juga kabar si *ehem* kamu itu?”
“Kabar baik kok. Dia? Baik kok. Hayo kenapa?”
“Gak apa sih. Udah yuk cus jalan.


Mereka pun meninggalkan bandara dengan perasaan rindu bercampur senang.
                                                                       ***
Sabtu malam Angel mengajak Syra menikmati suasana Jogja yang masih dibilang berhati nyaman. Tujuan utama mereka adalah Malioboro. Suasana malam minggu memang pas untuk dinikmati berdua terutama bersama pasangan. Di depan Gedung Agung mereka duduk bersantai menikmati Jogja di malam hari, sambil bercengkerama mengenang masa-masa SMA yang penuh kegilaan.

“Enak ya Syr Jogja di malam hari. Gak kayak Jakarta macet.”
“Ya gini lah Ngel, masih sama suasananya. Memang berhati nyam-nyam, eh nyaman maksudku. Hahaha…”
“Kamu ini, gaya gak jelasmu masih ada sampai sekarang. Hahaha.”
“Hmmm... Gimana kamu sama Ian?”
“Emm… kami hanya berteman. Sekarang jarang kontak, apalagi semenjak tahu dia ke Jerman selama 2 tahun. Ya pasti dia saking asyik sama hobinya jadi lupa deh.” “Eh Syr, lihat deh orang yang bawa kamera diseberang sana. Kayak Ian deh. Tapi dia kan masih di Jerman dan baru rencana pulang minggu depan.”
tambah Angel.

Setelah Angel tiba-tiba melihat sosok yang mirip dengan Ian, ia pun mencoba menghubungi Ian namun ia tidak ada balasan dari pertanyaan Angel. Ia pun sedikit kesal karena tidak seperti biasa Ian bersikap seperti itu. Karena kesal akhirnya Angel dan Syra memutuskan untuk pulang.          

Di tempat lain Ian juga sedang bercengkerama bersama teman-temannya. Mereka saling bertukar pengalaman dalam hobi yang sama.

“Gimana nih jepretanku?”
“Makin bagus Ian, apalagi kamu belajar di Jerman.”
“ Makasih.  Nah, yang Brandenburger Tor dan Menara Eifffel ini rencananya mau aku kasih ke Syra. Dia ngefans banget sama lambang negara Jerman dan Perancis ini.”
“Eh foto siapa nih?”
“Mana? Sepertinya kenal. Sepertinya  ini Angel.”
“Angel yang kamu suka itu?”
“Iya, ini gak salah. Dia emang Angel dan juga temennya Syra. Dia pulang ke Jogja dong. Aduh handphone lowbat gak bisa telepon.”

Semenjak Ian tahu kalau Angel ada di Jogja, ia memutuskan untuk bertemu langsung dengan Angel. Ian mengajak Angel bertemu di sebuah tempat yang belum pernah orang lain tempati yakni di perbatasan DIY-Jateng.
                                                                       ***
Minggu malam tepat di hari ulang tahun Angel, Ian mengajak bertemu. Seperti biasa Syra dengan setia menemaninya dan tak lupa ia mengajak Yose untuk ikut serta. Mereka bertiga pun pergi ke perbatasan DIY-Jateng. Memang terbilang aneh karena tempat yang dipilih cukup jauh dan sangat jarang orang pergi ke sana. Di sepanjang perjalanan seperti biasa Yose selalu mencairkan suasana untuk menghilangkan rasa bosan yang sejak tadi mengganggu mereka.

“Ian pinter ya cari tempat buat nembak aja harus di perbatasan DIY-Jateng. Oh cari suasanya beda dia, kalau di Bukit bintang kan biasa. Kenapa gak sekalian di jembatan layang? Kayak kita dulu Syr.” canda Yose ditengah perjalanan.
“Hush.. jangan ngawur kamu ngomongnya. Hahaha.”
jawab Syra sambil tertawa.
“Ya gak apa toh, biar gak tegang gitu. Ya gak Ngel?”
“Hah? Kenapa?”
“Tuh lihat Syr, tegang dia mau ketemu sama Ian.”

Tak lama mereka bertiga sampai di perbatasan DIY-Jateng. Di sana Syra dan Angel melihat sosok yang mereka lihat kemarin di depan Gedung Agung. Seorang Guido Guardian Nelson atau Ian yang juga membawa kamera berdiri tegak di samping motor ninja merahnya. Angel terlihat memerah ketika mengetahui bahwa itu Ian yang selama ini dekat dengannya. Tanpa menunggu lama, mereka pun mendekati Ian.

Lampu jalanan yang dipancarkan sedikit remang-remang namun justru memberikan kesan romantis. Malam itu memang tidak terlihat bintang menyapa mereka di perbatasan DIY-Jateng namun sorot wajah Ian dan Angel yang lama tak berjumpa sudah cukup menerangi suasana hati masing masing.

“Hey kalian.” sapa Ian ramah.
“Hey juga.” jawab mereka serempak.
“Udah yuk Syr, tinggalin mereka berdua. Biarkan mereka melepas kangen.” ajak Yose seraya menggandeng Syra.

Syra dan Yose sengaja memberi kesempatan pada mereka agar mereka lebih leluasa melepas kangen. Samar-samar terdengar percakapan antara Ian dan Angel.

“Apa kabar mbak.e. Hahaha...”
“Panggil Angel aja sih Ian. Udah pulang dari Jerman kamu?”
“Sudah. Iya nih, 2 tahun di sana puas banget aku. Oke aku panggil Angel.”

Ditengah percakapan itu, secara spesial Ian memberikan salah satu hasil karyanya ketika kemarin malam ia tanpa sengaja memotret Angel. Diam-diam pula Ian sudah merencanakan sesuatu untuk memberikan kejutan dalam rangka ulang tahun Angel. Dalam hari ulang tahun Angel, Ian berniat untuk mengutarakan isi hatinya pada Angel yang sudah lama ia simpan sejak masih di bangku SMA.

“Apa ini? Wah bagus banget. Loh inikan aku waktu kemarin jalan sama Syra sambil    duduk- duduk di depan Gedung Agung. Jadi yang kemarin aku lihat itu kamu?”
“Iya. Gak sengaja aku jepretnya. Maaf kalau jelek. Ada satu hadiah lagi buat kamu. Tapi tutup mata kamu ya.”


                Beberapa menit kemudian…..

“Bukalah matamu. Selamat ulang tahun my Angel…Tiup dong lilinnya.”
“Makasih Ian. Maksudmu my Angel?”
“Hmm… itu...”
“Udah deh bilang aja Ian.”
terdengar suara Yose memecah keheningan.
“ Wah Yose kepo nih.”
tanya  Angel.
“Hmm… Okay deh aku mau jujur… ‘Ich liebe dich Angel.’”
“Apa?”
“ Ngel mau kah kamu jadian sama aku? Aku pengen meresmikannya di perbatasan DIY-Jateng ini. Selama ini aku pengen cari moment yang pas untuk mengungkapkannya.”
“Udah mau aja Ngel.”
kata Syra pada Angel.
“Gimana ya? Oke deh, aku terima kamu Ian.”
“Yah hujan, ayo pulang…”
tambah Syra ketika hujan turun mulai membasahi bumi.

Sebelum mereka pulang, Ian juga memberikan sebuah hadiah untuk Syra sebagai tanda terima kasih. Dua buah Foto bergambar Menara Eiffel dan Brandenburger Tor. Hujan lebat pun membasahi jalanan di perbatasan DIY-Jateng itu. Mereka pun pulang saling bergandengan tangan. Sejak saat itu mereka selalu pergi berempat dan ditengah perjalanan tawa dan canda mengiringi mereka  ditengah lebatnya hujan.

Akhirnya Angel dan Ian menjadi pasangan kekasih. Meskipun hubungan mereka diresmikan di perbatasan DIY-Jateng namun hubungan mereka tidak akan pernah terbatas. Hujan lebat kala itu telah menjadi saksi percintaan mereka melalui air-airnya yang turun membasahi bumi.
***
Tiga bulan kemudian; Syra, Yose, dan juga Angel telah menyelesaikan masa kuliah mereka. Angel pun memutuskan untuk tinggal di Jogja sampai  Ian lulus kuliah.

Popular posts from this blog

Filosofi Stik Es Krim

Gelang Tridatu: Menyimpan Filosofi Unik dalam Masyarakat Hindu Bali

If We Hold On Together