KARTU POS KE-365
“Kamu yakin kartu pos ke-365 pasti dari Bagas di tahun baru ini?” tanya
Nina yang kembali menyesap susu cokelat hangat ketika kami berada di sebuah
kafe. “Aku gak yakin dia masih inget sama kita semenjak dia
pindah ke luar negeri.”
“Berharap tentu boleh, Na,” kulirik
jendela di samping kiriku. Terlihat jelas warna jingga di angkasa dan cakrawala
yang mulai menggambarkan semburat senja.
Hening. Kami berada di dalam pikiran
kami masing-masing. Mengingat keakraban kami dan mengulas kembali hobi kami
untuk mengoleksi kartu pos dari setiap daerah dan negara. Kulihat kembali wajah
Nina yang juga menerawang ke luar sana. Menikmati senja yang tak kunjung
menghilang dari hadapan kami.
Segelas susu cokelat yang kini sudah
mulai dingin tak kami hiraukan demi menikmati dua hari senja terakhir di akhir
tahun 2014 ini. Lampu-lampu jalan kini
sudah sebagian menyala, gedung-gedung tinggi di sekitar kafe itu pun ikut menggambarkan
betapa modernnya negeri ini, mana mungkin sekarang zamannya berkirim surat?
Batinku kembali bergejolak.
***
Aku membuka pintu kamarku. Malam itu
Nina memang sengaja mampir ke rumah. Tampak secercah cahaya datang dari samping
kamarku. Di sanalah terdapat taman kecil yang dihiasi sebuah kolam yang
berukuran sedang. Biasanya aku, Nina, Bagas, Maria dan teman-teman kami yang
lain berpesta barbecue di sana
sembari menanti detik-detik akhir tahun.
Kini sebagian besar dari kami sudah
pindah dari kota ini. Melanjutkan belajar ke negeri tetangga dan kota seberang.
Oleh karena itu, sejak setahun yang lalu, kami selalu berkirim kartu pos dan
sepakat untuk mengumpulkannya sampai jumlah ke-365.
Nina melirik sekitar kamarku, ia
sangat tertegun ketika melihat salah satu dinding kamarku yang berhiaskan 364
kartu pos. Kartu-kartu itu memang sengaja aku gantungkan di sana supaya mudah
dan sekaligus apik untuk dipandang. Berbagai macam hewan, kota, negara, bahkan
sampai yang bergambar abstrak pun ada di sana. Pesan dan tulisan-tulisan mereka
masih sering aku baca.
“Aku enggak terlalu niat untuk menyimpan
kartu-kartu itu. Entah di mana aku menyimpan mereka. Bahkan jumlahnya sendiri
pun aku tak ingat,” celetuk Nina ketika memperhatikan kartu itu satu persatu.
Ponsel milik Nina tiba-tiba bunyi. Ada pesan dari Line, batinku. “Dari
siapa, Na?” aku dahiku ikut berkerut menyaksikan ekspresi di wajah Nina.
“Pesan dari Maria, Ran. Kata dia besok sudah
sampai di Jogja,” wajah itu kembali tersenyum mendapati salah seorang sahabat
kami, Maria akan datang untuk merayakan tahun baru di Jogja.
“Bagus dong. Dia datang dengan Bagas
kah?” tanyaku berharap Bagas juga ikut pulang.
“Sendiri. Maria pulang ke Indonesia
sendirian. Besok dia mengajak kita untuk ketemu di kafe biasa pukul 6 sore.”
***
Pagi itu tak secerah biasanya.
Semalam hujan turun meskipun kemarin langit jingga menggambarkan sebuah lukisan
di angkasa. Hujan berlanjut sampai detik ini. Aku berharap nanti sore tidak
turun hujan. Kurapikan kamar tidurku sembari melirik ke arah taman kecil di
samping kamarku. Daun-daun hijau dan bunga yang bermekaran menyegarkan hati dan
pikiranku. Lampu jalanan yang masih menyala karena mendung juga ikut menyinari
kamarku yang sedikit gelap.
Waktu berjalan dengan cepat. Sore
hari yang cerah. Ponsel milikku kembali berdering. Suara Nina menyapaku untuk
segera bergegas pergi ke kafe favorit kami. Berjalan beriringan ditemani langit
senja yang menawan. Guratan-guratan itu kembali terlukis di langit
mengingatkanku akan satu hal ok, today is
the last day in 2014 and tomorrow is January
2015.
Tepat di samping jendela, sosok yang
kami cari ada di sana. Maria, sahabat kami yang selalu penuh dengan cerita
konyolnya kini ada dihadapanku dan Nina. Kali ini, es susu cokelat menemani
kesenjangan waktu di antara kami bertiga. Bertukar pengalaman dan cerita-cerita
baru. Tak lupa ia juga bercerita tentang Bagas.
Malam semakin larut. Kami bertiga
tetap bertahan di kursi yang kami duduki selama enam jam. Menanti detik-detik
tahun baru. Suara-suara terompet di luar sana menjadi musik pengiring
percakapan kami.
Lima menit menjelang tahun baru,
hening di antara kami. Tak seberapa lama Maria mengeluarkan dua amplop berwarna
biru dari tasnya. Ia memberikan amplop itu untukku dan Nina. “Dari Bagas,”
katanya setelah menyerahkan amplop itu. Saling pandang terjadi di antara diriku
dan Nina seolah pikiran kami terjadi koneksi yang sama.
Sebuah kartu pos bergambar kincir
angin yang menandakan bahwa Bagas dan Maria melanjutkan sekolah di sana.
Setelah beberapa detik mengamati gambar kincir angin itu, aku segera membaca
apa pesan dan tulisan yang ada di belakangnya.
Gelukkig Nieuwjaar Rani…
Maaf aku tidak bisa pulang di tahun baru ini sehingga
aku menitipkan kartu ini pada Maria. Aku harap tahun baru di tahun depan kita
bisa merayakannya berempat di tempat favorit kita sambil menikmati segelas susu
cokelat. Di tahun 2015 ini, aku harap
kamu bisa terus berusaha dan selalu sehat supaya bisa mewujudkan mimpimu.
Selamat ya untuk kartu pos ke-365. J J J
Sahabatmu,
Bagas
Tidak sadar air mataku menetes. Ada
rasa haru di sana karena ini adalah kartu pos ke-365. Kulihat ke arah jendela,
kembang api mulai dinyalakan sebagai tanda pergantian tahun. Suara Maria
mengagetkanku ketika tiba-tiba dia berkata, “Bagas sedang sakit di sana. Kemarin
dia menjalani operasi. Dia menuliskan ini dua hari sebelum dia berada di meja
operasi.”
Kamu memang nekat Bagas, batinku
kembali berkata. Maria ikut serta menyaksikan ramainya kembang api yang
berwarna-warni itu. Beberapa detik kemudian Nina berkata, “Sejak awal aku dan
Rani sudah melarang dia untuk pergi ke Belanda. Jantungnya memang lemah sejak
dia masih kecil. Tapi syukurlah kalau di sana dia bisa mendapatkan pengobatan
yang lebih baik. Semoga dia bisa lekas sembuh dan tahun depan bisa berkumpul
dengan kita di sini, di tempat ini.”
Dalam hati, kami bertiga mengamini
dan berdoa di malam tahun baru itu. Berharap semoga Bagas lekas sembuh dan bisa
berkumpul kembali bersama kami di sini dan menikmati susu cokelat panas
spesial. Terima kasih Bagas untuk kartu
pos ke-365 ini, cepatlah sembuh dan tetap berjuang…
-Die Amateur Schriftstellerin-
-Die Amateur Schriftstellerin-