Filosofi stik es krim. Itulah yang pertama kali saya pikirkan dalam benak saya. Pada saat PPKM (Pelatihan Pengembangan Kepribadian Mahasiswa), saya dan teman-teman sartu kelas diminta untuk membuat sebuah hasta karya yang nantinya di hari terakhir akan dipresentasikan. Awalnya bingung ingin membuat apa. Pada akhirnya saya memanfaatkan sisa dari beberapa stik es krim yang kemudian saya bentuk menjadi sebuah tempat pensil. Tempat pensil ini memang sengaja saya bentuk zig-zag, selain untuk membentuk nilai seni dan tidak cenderung monoton. Dari PPKM tadi, kami diminta untuk menguraikan filosofi dari hasta karya yang sudah kami buat dengan menghubungkan antara modul 1 sampai modul 4. Modul 1 sendiri membahas mengenai “Tilik Diri, Menggali Potensi” jadi kami diminta untuk melihat siapakan diri kita yang sebenarnya. Modul 2 membahas tentang “Generasi Masa Kini: Net-Generation Generasi yang Tidak Peduli?”. Modul 3 membahas tentang “Menjadi Proaktif: Menuju Pribadi Cerda
Om Swastiastu…. Uh! Cukup berat ya judul yang aku tulis di atas. Namun, hal ini menjadi hal yang menarik untuk aku bagikan. Mungkin banyak di antara kalian bertanya-tanya, apa sih gelang Tridatu? Oke! Setelah membaca berbagai artikel tentang makna gelang Tridatu di Mbah Google, aku mendapatkan pencerahan tentang makna filosofis gelang ini dan makna tersebut memang begitu apik untuk disimak serta dipahami baik bagi mereka yang beragama Hindu maupun non-Hindu. *** Tepatnya akhir tahun 2017 lalu, aku dan teman-teman berlibur ke Bali. Cerita di Bali pernah aku sampaikan menjadi dua sesi di post sebelumnya: Holiday. Why did I choose Bali? #1 dan Holiday. Why did I choose Bali? #2 . Ketika hari kedua di Bali, aku dan teman-teman diantar oleh Pak Dewa, tour guide yang mengantar kami dari Jimbaran ke Ubud dan kembali ke Denpasar. Saat itu aku memang tidak begitu “ngeh” dengan sebuah gelang yang dipakai oleh Pak Dewa. Aku berpikir itu hanya gelang biasa yang memang sengaja
Kisah ini berawal dari persahabatan 6 orang anak kelas 4 SD. Awal mula persahabatan mereka adalah ketika seorang guru musik sekaligus guru Bahasa Inggris memilih Fausti, Sari, Putri, Tiyok, Remon, dan Evan untuk mengikuti lomba vokal group. Mr. Nanang Beatrice begitu beliau dipanggil berniat untuk melatih mereka dalam bidang seni musik yaitu dengan cara memasukkan mereka dalam group vokal inti di sekolah. Ketika mereka semua berkumpul Mr. Nanang Beatrice berkata, “Teman-teman, kalian saya kumpulkan di sini karena saya melihat kemampuan kalian di bidang musik saya ingin mengikutkan lomba yang akan diselenggarakan bulan depan.” “Waduh Sir, terima kasih atas kepercayaanya kepada kami berenam, tapi apakah kami mampu mengharumkan nama sekolah ini? Kami ini kan baru anak kelas 4 SD, Sir.” kata Fausti. “Maka dari itu saya akan melatih kalian sejak sekarang. Saya yakin kalian pasti bisa mengharumkan nama sekolah. Dan jika tidak keberatan setiap pulang sekolah kita akan berl