Untuk saat ini apa doamu?
Apa yang akan kamu jawab ketika seseorang yang ada di dalam doamu bertanya, “Untuk saat ini apa doamu?” Aku…. saat itu aku hanya diam. Aku tidak dapat berkata apapun, walaupun dia menanyakan hal itu melalui chat pribadi. Setiap malam aku mendoakannya, iya dia. Aku selalu berdoa Rosario setiap malam, hingga aku terinspirasi dan membuat puisi darinya. Di setiap doa yang aku doakan, aku selalu menyebut nama lengkapnya.
***
Kekuatan doa itu manjur. Kekuatan doa itu bisa mengalahkan segalanya jika kita percaya. Aku percaya hal itu, namun saat ini Tuhan pasti sedang merencanakan suatu hal yang tak pernah kita duga. Sesuatu yang direncanakan indah jika saatnya tiba. Cerita ini berangkat dari kisahku yang begitu nyata. Kisah dan pengalaman yang benar-benar tidak pernah aku duga. Ada banyak hal yang ingin aku ceritakan di sini, dari mulai bagaimana doa-doaku terjawab.
Memasuki bulan Agustus, setelah aku menuliskan mata kuliah di lembar kertas rencana studi atau KRS, aku resmi berada di semester sembilan. Cukup tua ya? Setiap orang berandai-andai cukup berada di semester delapan, tapi apadaya ketika sedikit mundur karena proses pengerjaan skripsi. Namun, untung saja di semester sembilan ini, aku hanya mangambil satu mata kuliah, yakni skripsi lanjutan. Di situlah aku mulai untuk menekuni semuanya, pantang ini itu agar skripsiku cepat selesai, hingga mungkin hal mainstream sekalipun, aku sengaja menonaktifkan akun Instagramku selama tiga bulan. Niat banget sih, alay, mungkin itu tanggapan beberapa teman. Terkadang ya sesuatu yang kita inginkan, sesuatu yang ingin kita capai pastinya diperlukan usaha dan niat yang kuat. Aku membulatkan niatku untuk tidak membuka akun Instagramku tersebut. Sesekali ada beberapa teman menggodaku untuk membukanya, namun aku sudah berjanji. Dan yah… tiga bulan hibernasi…
Bulan September. Ada satu hal yang begitu aku percaya ketika aku dirundung keputusasaan setelah mendaftar sidang skripsi. Menunggu adalah hal yang membosankan. Terkadang menunggu bisa saja menjadi hal yang berfaedah. Disela-sela aku menunggu lolos tidaknya untuk sidang skripsi di bulan Oktober, aku menyempatkan tiga hariku untuk mendalami hidup, di mana lagi kalau bukan di Sendang Jatiningsih. Berangkat dari Gua Maria inilah, aku juga menciptakan sebuah puisi. Terlalu ekspresif mungkin.
Kugenggam manik Rosario dengan eratMengucapkan salam kepada Bunda MariaSelalu aku bersyukur karena penuh rahmatMendoakanmu, memohon Tuhan besertamuMenghirup nafasHening…MengingatMu, memohon ampun untuk kami yang berdosa iniSeraya menatap wajah-Nya yang muliaSaat ini hingga akhir nantiJatiningsih, 18 September 2017
Kalau dikatakan “holy”, aku bukanlah manusia yang seperti itu. Hanya saja entah kenapa, tempat ini membuatku tenang, sejenak menikmati suara derasnya Sungai Progo yang mengalir dan mendekatkan diri padaNya. Tiga hari berturut-turut aku pulang-pergi ke Sendang Jatiningsih, seorang diri.
Tiga hari berturut-turut, mungkin sekitar 20 kilometer jarak tempuh dari rumah ke sana. Tapi di situlah aku memaknai bahwa aku harus mencintai liku dan terjalnya sebuah perjalanan. “Untuk saat ini apa doamu?” pertanyaan itu muncul dalam chat pribadiku dari sahabatku suatu malam. Aku tidak bisa menjawabnya karena dia adalah salah satu orang yang aku sebut di dalam doa itu, di dalam tiga hari perjalanan. Namun, permohonan terbesarku kala itu adalah… ingin sidang skripsi di bulan Oktober. Mungkin bagi sebagian orang, sidang skripsi tidaklah menakutkan. Tapi bagiku? Ah tentu kalian tahu jawabannya…
Bulan kesepuluh alias Oktober. Minggu pertama bulan Oktober aku sudah menanti-nantikan pengumuman itu. Adakah namaku di dalam pengumuman itu? Itu terus yang aku tanyakan padaNya. Tentu saja Ia tidak bisa langsung menjawab, Ia memberikan kejutan dan…namaku tertulis di sana.
Tepat pada tanggal 16 Oktober 2017 aku betekad untuk memberikan yang terbaik, mengumpulkan beberapa teman lamaku agar mereka bisa ikut berselebrasi ketika aku keluar dari ruang sidang. Tenang…kalem… itu yang sering ia katakan padaku. “Udah enggak usah belajar. Istirahat biar fresh,” begitu katanya beberapa hari sebelum aku maju bertempur. Aku sungguh mengagumi semangat darinya karena beberapa kali ia bertanya, “Kapan kamu sidang?” pertanyaan yang lagi-lagi tidak bisa aku jawab langsung.
Tanggal 16 Oktober 2017, aku siap dengan segala hasilnya, dengan apa yang akan terjadi, dengan resiko yang akan aku tanggung nantinya. Aku memasuki ruang sidang bertatap muka dengan dua penguji yang katanya terkenal begitu detail dan killer. Hadapi saja, batinku.
Sekitar 50 menit berlangsung… akhirnya selesai dan aku dinyatakan lulus. Sedikit ada rasa percaya tidak percaya di sana. Itu tadi aku? Berulang kali aku bertanya pada diri sendiri. Keluar dari ruang sidang, aku mencari-cari sosok yang entah akan datang atau tidak. Ah sudahlah lupakan, batinku. Aku bercengkerama dengan beberapa teman sekelasku yang sudah menunggu di luar, mengucapkan selamat karena aku telah berhasil. Jadi ini rasanya sidang skripsi? Okay fine, kataku lagi dalam hati. Butuh beberapa menit untuk menyadari bahwa aku sudah menyelesaikan semuanya, revisi adalah tantangan.
Seketika itu ketika aku sedang asyik membaca revisi milik salah satu teman, ada seseorang yang mencolekku dari belakang. Hey! Here he is. Alone? Ah siapa lagi yang aku harapkan untuk datang? Aku berdiri dan menyambutnya, ini ada bunga dari ------- dan ternyata sosok itu berdiri di belakangku. Sungguh kejutan yang tak terduga, mungkin ini adalah salah satu jawaban dari doamu, Sar, ia datang kataku lagi. Nyaris saja. Nyaris aku berhasil memeluknya, memeluk mereka berdua. Tetapi seperti ada tameng yang membuatku sadar. Mereka memberiku bunga dan seketika itu beberapa teman seolah menyindir dari belakang. Sungguh kejutan yang mungkin tidak pernah aku bayangkan sebelumnya di hari istimewa itu.
Untuk saat ini apa doamu? Pertanyaan yang kembali terngiang di benakku. Entah kapan aku bisa berkata dan menjawab jujur untuk pertanyaan itu. Satu pertanyaan tapi aku punya banyak jawaban, untuk siapa yang aku doakan, dan untuk apa yang aku doakan.
Untuk saat ini apa doamu? Hanya aku dan Tuhan yang tahu. Cukup kami saja saat ini karena kamu tahu, namamu ada di dalam doa itu.
Aku selalu memohon untuk keselamatanmuMelalui angin yang berhembus mengetuk pintu dan jendela kamarmuLalu, aku sampaikan salam dengan hati-hatiDi dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.Yogyakarta, 22 November 2017
Maria Ardianti Kurnia Sari
Yogyakarta, 12 Desember 2017