If We Hold On Together
Kisah ini berawal dari persahabatan 6 orang anak kelas 4 SD. Awal mula persahabatan mereka adalah ketika seorang guru musik sekaligus guru Bahasa Inggris memilih Fausti, Sari, Putri, Tiyok, Remon, dan Evan untuk mengikuti lomba vokal group. Mr. Nanang Beatrice begitu beliau dipanggil berniat untuk melatih mereka dalam bidang seni musik yaitu dengan cara memasukkan mereka dalam group vokal inti di sekolah. Ketika mereka semua berkumpul Mr. Nanang Beatrice berkata,
“Teman-teman, kalian saya kumpulkan di sini karena saya melihat kemampuan kalian di bidang musik saya ingin mengikutkan lomba yang akan diselenggarakan bulan depan.”
“Waduh Sir, terima kasih atas kepercayaanya kepada kami berenam, tapi apakah kami mampu mengharumkan nama sekolah ini? Kami ini kan baru anak kelas 4 SD, Sir.” kata Fausti.
“Maka dari itu saya akan melatih kalian sejak sekarang. Saya yakin kalian pasti bisa mengharumkan nama sekolah. Dan jika tidak keberatan setiap pulang sekolah kita akan berlatih vokal. Apakah kalian sanggup?”
“Kalau ini untuk kepentingan bersama, kami tidak keberatan, Sir.” kata Sari
“Baik kalau begitu.”
Kini setiap pulang sekolah mereka selalu berlatih vokal. Hari yang dinantikan tiba, mereka datang ke sekolah seperti biasa. Namun sebelum berangkat seperti biasa mereka berlatih vokal terlebih dahulu. Semarak sorak-sorai murid kelas 4 pun gencar. Mereka memberi semangat supaya grup vokal inti itu menang. Ketika lomba dimulai, rasa grogi tak terelakkan lagi, namun Mr. Nanang Beatrice menyiasatinya dengan memberikan tips untuk menarik nafas, membasahi bibir, dan memberikan senyum kepada penonton.
“Aduh, aku ndredeg nih... “ kata Putri ketika group mereka dipanggil.
“Udah, tenang aja, kita pasti bisa menghadapi ini semua.” jawab Tiyok sambil menghibur.
“Ciyeeeee......” sorak Sari, Fausti, Evan, dan Remon.
“Halah,, opo to???” kata Tiyok jengkel.
Mereka tampil dengan penuh pesona yang mengagumkan. Tips-tips yang diberikan Mr. Nanang Beatrice mereka jalankan dengan baik.
“Gimana? Udah lega kan?” tanya Remon.
“Udah dong!!!” jawab Sari, Fausti, Tiyok, Evan, dan Putri serempak.
“Teman-teman, penampilan kalian bagus sekali pada pertunjukan tadi. Terima kasih ya atas kerja sama kalian.” kata Mr. Nanang Beatrice.
. “Sama-sama, Sir. Itu juga karena arahan dari Mr. Nanang Beatrice.” sambung Evan.
Pada awalnya group mereka hanya berhasil meraih juara harapan 1, dan kemudian juara harapan 2. Namun itu tidak menyurutkan semangat mereka. Group mereka juga diberi kesempatan untuk mempertunjukkan kehebatan mereka saat bertugas di gereja pada hari Minggu pagi. Sungguh tidak dibayangkan, bertugas di gereja hanya berjumlah 6 orang. Ketika mereka diberi daftar lagu nyanyian gereja, Mr. Nanang Beatrice menuliskan sebuah nama group mereka itu. Ketika itu pikiran mereka tertuju pada sebuah kata CHARITASINGER.
“Eh temen-temen baca deh...” kata Sari.
“Apaan sih?? Eh iya nih...” kata Evan.
“Apa pikiran kalian sama dengan pikiranku??” tanya Remon.
“CHARITASINGER.” jawab mereka serepak.
Dan akhirnya group mereka diberi nama CHARITASINGER. Charitasinger semakin berjaya ketika mereka berhasil merebut juara 3. Apalagi nama mereka juga disebutkan ketika pemberian piagam penghargaan saat upacara bendera berlangsung.
“Kalian memang hebat, berhasil menjadi juara 3.” kata teman sekelas mereka.
“Hahaha biasa saja. Ini juga berkat didikan dari Mr. Nanang Beatrice.” jawab Fausti yang rendah hati.
Masa berjaya Charitasinger hanya selama 3 tahun. Karena setelah mereka lulus dari SD, mereka mengalami less contact. Itu juga karena kesibukan mereka yang menyebabkan kehilangan kontak itu. Namun tidak bagi Sari dan Remon karena mereka masih sering bertemu saat di gereja. Hal yang menghalangi mereka bertemu juga karena Evan yang harus pindah ke Kalimantan untuk melanjutkan SMPnya. Sedangkan Tiyok, sulit dihubungi karena dia memang sering ganti-ganti nomor.
“Hoe Sari...” teriak Fausti ketika reunian.
“Hoe juga. Piye kabarmu??”
“Yo ginilah..hahahah”
“Mangan soto yo Sar, nggone Mbah Mut.hahhaah”
“Yo ayo...”
Begitulah kebiasaan Sari dan Fausti, kalau main ke SD selalu menyempatkan diri untuk mampir dan menyapa Mbah Mut yang sudah bertahun-tahun berjualan soto di sekolah mereka. Selain itu ia juga sering berbagi cerita tentang masalah-masalah yang dihadapi.
“Eh, anak cowok yang ke sini sapa wae.e?” tanya Sari.
“Yo itu, ada Kristianto, Tiyok, Remon. Yo kaelah lihat dewe. Eh Sar, ngicip kuahmu duong...hehehehe”
“Ambil wae, hahahah kebiasaaan waktu SD ya mbak?”
“Ho.o jhe... piye sekolahmu??”
“Yo gitulah. Biasa wae, tapi asyik. Lha koe?”
“Biasa wae ki..hahaha gaje.”
“Eh, katanya kok Mr. Nanang Beatrice udah gak ngajar di sini lagi lho..”
“Ha?? Yang bener aja??” jawab Fausti shock.
“Iya, katanya emang gitu. Gak tau kenapa.”
Namun reuni itu hanya sekedar datang, menyapa dan ikut berpartisipasi, mereka semua tidak sempat untuk mengobrol apalagi berbagi cerita. Memang semenjak SMP banyak yang sudah mulai sombong. Selain dengan Fausti, dalam reuni itu juga ada Putri dan teman-teman alumni 2007 yang lain. Dan sejak saat terakhir bertemu, mereka sudah jarang untuk berjumpa lagi.
Ketika mereka sudah naik ke kelas 9 SMP, suatu hari Sari menelpon Fausti,
“Tin, gimana ya kalo Charitasinger bersatu lagi kayak dulu, kamu mau gak??”
“Ya mau banget lah.”
“Besok kalo ketemu sama Mr. Nanang Beatrice, kita bilang yuk... katanya beliau mengajar lagi di SD.”
“Iya. Tapi udahlah. Ah gak, aku malu, gak mau bilang ah...hahaha. Bagus dong..”
Hari demi hari di kelas 9 mereka habiskan dengan berbagai persiapan menuju UNAS dan vacum dari alat-alat elektronik. Tepat pada bulan Maret akhir mereka menghadapi UNAS. Setelah lulus pun mereka melanjutkan ke sekolah yang mereka dambakan. Setelah masuk SMA, suatu malam minggu ketika itu di cafe tersebut sedang mengadakan acara festival musik. Dan di sana pula Remon, Fausti, Sari, Putri, Tiyok, dan Evan bertemu. Evan yang memang saat itu sedang berlibur ke Jogja.
Ketika sedang berjalan, tiba-tiba Evan menabrak Putri,
“Gedubrak... Adouw....” teriak Putri.
“Eh maaf....” kata Evan.
“Nah lho... Evan???”
“Lha?? Kok Putri?? Ngapain??”
“Iyo ini aku, mau nonton festival musik nih, kamu?”
“Sama, bareng yuk...”
“Ayo...”
Mereka pun masuk ke dalam cafe, ketika acara akan mulai Sari dan Fausti datang bersamaan dan melihat Evan dan Putri akhirnya mereka bergabung. Karena saking menikmati acara festival musik itu, tanpa sengaja dari belakang Remon dan Tiyok menubruk Sari, tanpa sadar Sari berteriak,
“Hadoh... hati-hati dong mas...”
“Maaf mbak...” kata Remon.
“Sari???” kata Tiyok sambil shock.
“Lhah, Remon...Tiyok...”
“Halo...” jawab Remon dan Tiyok serempak.
“Weseh,, ngapain ni coy??”
“Aku?? Ah biasa nonton musik.. naluri musikku itu... ck.. masih ada.” jawab Tiyok sok-sokan dan bertingkah 4L4Y.
“Halah, 4L4Y gayamu cah...” lanjut Remon.
“Ha yo ben to... Ma sapa.e Sar??” tanya Tiyok lagi.
“Nih ada Fausti, Evan, Putri.”
“Ouw..... hehehehe”
“ Guys, ada temen lama nih.” bisik Sari pada Fausti, Evan, dan Putri.
Mereka pun serempak menoleh dan mulailah ke GEJEan mereka yaitu nyanyi-nyanyi gak jelas.
“Woy guys,, masih punya naluri gila musik to??hahaha” sindir Fausti.
“Ya iya dong masak ya iyalah, kalo gak ngapain kita ke sini.” balas Remon dan Tiyok.
“Yo wes dari pada bikin ribut, kita nyanyi aja yuks...” ajak Putri.
“Ayo...”
Mereka semua pun menyanyi bersama seperti saat SD. Namun dibalik itu semua, ada seorang laki-laki yang mendengar suara merdu mereka apalagi suara itu berasal dari Sari dan Fausti. Laki-laki itu mendekati mereka dan berkata,
“Hai teman-teman..” terdengar suara laki-laki yang tadi mengawasi mereka.
Ketika menoleh mereka terentak kaget dan berteriak,
“Mr. Nanang Beatrice????”
“Iyap.. exactly. This is me.. gimana kabar kalian? Sudah lama tidak bertemu. Kecuali melihat Sari dan Remon di gereja.”
“Kabar kami baik, Sir.”
“Tadi saya mendengar kalian bernyanyi-nyanyi. Itu mengingatkan saya saat kalian masih SD dulu. Kita ngobrol dulu yuk, saya traktir deh.. ”
“Oke, Sir.”
“Begini teman-teman. Suara kalian sekarang kan sudah banyak mengalami perubahan, maka dari itu seperti jaman kalian SD, saya mau menawarkan apakah kalian mau untuk ikut rekaman?? Kebetulan saya punya kenalan produser yang akan membiayai kalian untuk mengikuti rekaman itu. Dan tadi suara yang terdengar jelas yaitu suara Sari dan Fausti, ternyata suara kalian bagus juga.”
“Terima kasih, Sir atas pujiannya.” jawab Fausti.
“Yang bener, Sir?? Kami mau-mau saja kalau ikut rekaman. Tapi kami juga ingin kalau kami tidak menjadi vokal group lagi. Melainkan menjadi sebuah group band. Apalagi di antara kami juga ada yang mahir memainkan alat musik. Iya gak temen-temen?” tanya Evan.
“Iyap.” jawab Putri, Remon, Tiyok, Sari, dan Fausti serempak.
“Itu masalah gampang. Saya bisa atur itu semua. Tapi kalian benar-benar sanggupkan?”
“Iya dong, Sir. Dan kami tidak akan menolak kesempatan emas ini.”
Sejak saat itu, mereka mulai giat berlatih lagi dengan Evan yang memegang drum, Tiyok dan Remon pada gitar, Putri pada keyboard, Sari dan Fausti sebagai vokal. Rekaman yang mereka jalankan sangaat sukses. Dan produser menanyakan,
“Teman-teman, kalian hebat. Tapi apakah kalian sudah memiliki nama untuk group band kalian?”
“Sudah Pak Produser. Namanya adalah CHARITASINGER.” jawab mereka kompak.
Tidak lama kemudian mereka sudah mengeluarkan album pertama. Karena ke populeran mereka, tak lama kemudian mereka mendapatkan job untuk manggung di beberapa tempat. Bahkan mereka juga mendapat tawaran untuk go international, namun mereka menolak karena mereka belum bisa untuk mengatur waktu bila go international. Suatu hari ketika mereka tidak sedang manggung, mereka berkumpul untuk mengagumi kepopuleran mereka,
“Guys, ternyata ini rasanya populer.” kata Putri sambil melihat CD album mereka.
“Iya.. gak kebayang.” lanjut Sari.
“Dan sekarang kita janji ya kalo kita akan selalu bersama. Kayak lagunya sapa itu?? Lupa aku.” kata Remon.
“Aha... lagunya Diana Ross. Yang apa itu? IF WE OON TOGETHER.hahaha” sambung Tiyok.
“Hush... ngawur banget.e we...hahaha.” kata Sari.
“Heh bukan itu, lagunya berjudul IF WE HOLD ON TOGETHER.” kata Fausti.
“Nah iya tu lagu IF WE HOLD ON TOGETHER. Bener banget...hahahahaha” kata Evan dan Remon.
Dan mereka pun bersama-sama menyanyikan lagu Diana Ross,
“If we hold on together I know our dreams will never die. Dreams see us trough to forever where clouds roll by for you and I. hahahaha”
Dari lagu itu, banyak pesan yang mereka terapkan, ”Jika kita bersama-sama, saling membatu bila salah satu dari mereka mengalami kesusahan, saling menghibur dan mereka juga percaya bahwa mimpi mereka tak’kan pernah sirna untuk mencapai suatu kesuksesan.”
Setelah mereka populer, tak lupa mereka juga mengucapkan terima kasih atas didikan Mr. Nanang Beatrice. Selain itu mereka juga tidak sombong dengan kepopuleran mereka. Dan itulah perjuangan mereka untuk menemukan jati diri yang sesungguhnya sebagai pemusik yang handal.
“SAMPUN RAMPUNG LAN MATUR NUWUN”
CREATED BY: Maria Ardianti Kurnia Sari and Maria Faustina Beata (20 Maret’11)
To be continued....