Satu Hari di Ruang Driyarkara

Hallo... Sudah lama saya tidak memposting ke blog ini, selain sibuk kuliah ada juga kegiatan prodi yang harus saya ikuti. Ini hanya sekadar sharing saja. Selamat membaca.... :)


Saat saya sedang membuka akun Facebook, saya melihat sebuah pengumuman yang terpasang di beranda salah seorang dosen. Awalnya sempat ragu untuk mengikuti kegiatan tersebut, namun ada hal lain yang begitu meyakinkan, yakni hasil karya dari tulisan itu akan dibukukan. Saya mengajak seorang teman sekelas yang juga mempunyai hobi yang sama dengan saya, namanya Tiwi. Dia tadinya juga sempat ragu sebelum menentukan datang atau tidak. Mungkin hal yang kurang begitu disukai adalah tema dari workshop menulis kreatif itu, “Nembak ITU Seruu!!” bersama Ibu Kun Herrini, penulis, coach writer, dan juga alumni Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Sanata Dharma. Setelah mendaftarkan diri untuk mengikuti kegiatan yang bisa di bilang baru tersebut, ada juga teman sekelas lain yang juga mengikuti workshop itu. Sebenarnya ada sebuah motivasi mengapa saya ingin mengikuti workshop tersebut. Saya ingin mengetahui seberapa besar kualitas tulisan fiksi saya di mata orang lain yang membacanya.

Hari itu, tepat di hari Kamis, empat hari sebelum memasuki langkah baru di semester tiga. Workshop dimulai pukul 9:00 pagi. Sedikit ambigu dengan apa yang akan saya tulis. Berbekal laptop dan sebotol air putih, saya dan beberapa teman melangkahkan kaki untuk menuju gedung pusat Universitas Sanata Dharma, menuju laintai empat di sebuah ruangan yang bernama Ruang Driyarkara. Lantai empat gedung pusat terlihat ramai karena di ruangan sebelah (Ruang Koendjono) ternyata sedang ada seminar. Setelah menempati kursi yang disediakan, saya dan teman saya memilih posisi di belakang. Banyak juga yang mengikuti workshop tersebut. Tidak hanya dari prodi Pendidikan Bahasa Inggris, ada juga yang hadir dari luar universitas dan bahkan ada beberapa alumni yang ikut serta.

Acara dimulai dengan santai. Sebagai pengantar, awalnya kami para peserta disuruh untuk membuat sebuah paragraf, dengan kalimat awal yang berhubungan dengan Gunung Merapi. Pada awalnya, kalimat yang satu dan yang lainnya memang koheren, tetapi makin lama makin tidak karuan dan menimbulkan kelucuan antar kalimat yang sudah dibuat. Setelah sesi tersebut selesai, kami diberi waktu 10 menit untuk membuat sebuah karangan singkat. Saat itu saya bisa menuliskan kurang lebih 369 kata, ada juga yang dapat menuliskan 500 kata dalam waktu 10 menit. Sungguh luar biasa! Sesi selanjutnya adalah menggunakan panca indera. Kami para peserta diberi dua buah anggur, tanpa harus menyentuh dan memakan buah tersebut, kami diajak untuk membayangkan bagaimana rasa, bentuk, dan warna. Sangat menarik.

Saya dan teman-teman yang lain menunggu-nunggu kapan kami bisa menulis fiksi. Tepat setelah makan siang, pukul 13:00 sampai pukul 15:00 akhirnya kami diberikan kesempatan untuk berimajinasi secara bebas. Awalnya memang bingung ingin menuliskan apa. Saat itu yang terpikirkan oleh saya adalah cerita yang berjudul “Senyumanmu Menyapaku”. Kira-kira di manakah sesi ‘nembak’ dari cerita itu? Selama dua jam, saya terus mengetik. Tak peduli kosakata ataupun grammar yang salah. Sesekali saya melirik kearah jam dinding yang ada di ruangan tersebut, sampai pada akhirnya waktu yang diberikan telah habis. Di akhir sesi, Ibu Kun Herrini berkata, “Kalau sudah yakin dengan tulisan kalian, kalian bisa kirimkan ke e-mail saya. Boleh saja kalau ingin diubah lagi.” Saya masih kurang puas dengan hasil tulisan saya karena cerita pendek itu sendiri harus ada unsur menggelitik, berdasarkan survey, dan inovatif. Bagaimana selanjutnya?




Yogyakarta, 6 Mei 2015
8:33 WIB

-Amateur Writer-

Popular posts from this blog

Filosofi Stik Es Krim

Gelang Tridatu: Menyimpan Filosofi Unik dalam Masyarakat Hindu Bali

If We Hold On Together