Punggung Selalu Bercerita

Hujan deras kembali turun hari ini, seketika itu ada sebuah pertanyaan muncul di benakku, “Bagian tubuh mana yang paling kamu sukai? Mata? Hidung? Telinga?”

Sebagian besar orang begitu mengagumi bagian dari wajah mereka, ekspresi wajah mereka, dan senyum mereka karena selalu memancarkan keceriaan pemiliknya. Aku pun begitu, selalu menyukai bagian wajah entah hidung mereka, mata mereka, atau pipi mereka. Namun itu semua hanyalah fana belaka. Sebuah ekspresi yang tidak pernah terduga dari satu wajah dan wajah-wajah yang lain.

“Bagian tubuh manakah yang selalu berekspresi ketika sedih dan senang? Wajah,” pertanyaanku muncul lagi.

Semua orang tahu jawaban itu. Di sisi lain, aku begitu menyukai ekspresi bagian tubuh yang lain, yakni punggung. Punggung? Iya punggung. Cerita ini memang sudah lama terpikirkan, tapi baru kali ini sempat dituliskan. Punggung; tanpa ekspresi, tanpa bualan, tanpa menyakiti orang lain, namun selalu merasa disakiti dan tersakiti. Sebagian besar orang pasti akan berekspresi melalui wajah mereka ketika sedih dan senang, namun tak sedikit orang lebih memilih bercerita melalui punggung mereka.

“Itulah mengapa punggung tidak pernah menipu, justru wajahlah yang terkadang berpenampilan menipu,” kataku pada Vina.

Tak semua orang paham hal ini. Aku pun juga tak begitu paham akan hal ini. Punggung yang selama ini jarang dijadikan cerita entah cerita fiksi atau non-fiksi, namun di situlah ada berbagai macam cerita bermunculan. Tanpa ekspresi yang pasti, namun melambangkan ketabahan dan kekuatan pemiliknya. Terkadang orang akan memilih tersenyum, bahkan mereka tersenyum hanya untuk menutupi perasaan mereka. Namun punggung? Ia tidak memiliki mata, hidung, bibir, bahkan telinga. Ia tidak pernah mendengar perkataan orang lain, ia tidak pernah melihat kebaikan dan keburukkan orang lain, ia hanya sebagai lambang dari kekuatan ataupun kelemahan kita, manusia.

Cerita punggung hanya dipahami ketika orang itu sedang membungkuk atau berdiri tegak. Punggung yang tegak belum tentu dimiliki oleh orang yang kuat, ataupun sebaliknya. Hanya itu. Dibalik itu? Entahlah apa yang dirasakannya. Satu hal yang selalu dan sering dilakukan oleh punggung, melindungi dirinya sendiri ataupun orang lain yang dicintainya.



Maria Ardianti Kurnia Sari
Yogyakarta, 21 Mei 2016
19:45 WIB 

Popular posts from this blog

Filosofi Stik Es Krim

Gelang Tridatu: Menyimpan Filosofi Unik dalam Masyarakat Hindu Bali

If We Hold On Together