Rintik Hujan Penutup Senja Hari Ini



Hari ini, hari Senin tanggal 5 September 2016. Sebenarnya aku tidak punya hal yang istimewa kalau dilihat dari course outline mata kuliah hari ini. Hanya membicarakan working world di mata kuliah SPD (Service Program Design) dan presentasi Bab 1 di mata kuliah Proposal Seminar

Hari ini diawali dengan bangun tidur pukul empat pagi. Suatu hal yang bisa dikatakan "tumben" aku bangun jam segitu. Kalau ditanya mengapa, ya jawabannya karena aku ada mata kuliah SPD yang dimulai pukul 6:20 di lantai empat gedung pusat Universitas Sanata Dharma. No using lift! Dari rumah berangkat pukul lima pagi, ketika yang lain masih asyik dengan mimpi mereka, aku harus mengejar waktu sebelum matahari terbit di ufuk timur. Dengan berpakaian rapi dari rumah, mengenakan sepatu pantofel berhak dan juga rok hitam polos selutut, menerjang dinginnya udara pagi yang sejuk untuk dihirup. Sampai di kampus, hanya beberapa anak yang sudah terlihat untuk mengikuti kuliah SPD ini. "You MUST be IN TIME NOT ON TIME," itu pesan dosen sejak minggu lalu. Mahasiswa semester tujuh di PBI pasti tahu mengapa begitu. Ya! If you are late, you MUST kick yourself out from the class. And see you next semester!

***Cerita SPD akan begitu panjang kalau diceritakan semuanya. Nanti diakhir semester aku berjanji akan menceritakannya untuk kalian.***

Selesai kuliah SPD, aku pulang ke rumah. Menyiapkan laptop dan bahan presentasi Bab 1 untuk kuliah Proposal Seminar pukul dua siang. Di saat orang lain enak tidur siang, aku berangkat di tengah teriknya matahari. 

Hari ini aku kuliah 6 SKS, dengan masing-masing 3 SKS. Kuliah pukul dua siang sampai lima sore, seharusnya. Tetapi karena Ibu dosen baik, jadi keluar kelas pukul setengah lima. Sebenarnya sepulang kuliah aku ingin segera pulang karena ada rencana untuk bertandang ke rumah salah satu sahabat sejak TK. Ia pulang ke Jogja. Ia yang baru saja menjadi mahasiswa baru di Jakarta. Sebenarnya juga kemarin saat di gereja kami sudah bertemu dan bercakap-cakap singkat seputar saat ini, dulu, dan mungkin esok. Tapi waktu memang begitu singkat dan akhirnya aku memutuskan untuk datang ke rumah besok sore.

Aku sempat membuka handphone ketika kelas SPD telah usai. Ada sebuah pesan darinya yang mengatakan kalau sore ini dia tidak di rumah karena ada beberapa tugas yang harus digarap dan juga mengurus tiket pulang ke Jakarta. Okelah kalau begitu, batinku, tapi tunggu! Dia ingin datang ke kampus untuk bertemu beberapa sahabatnya yang kuliah di PBI, Ajik dan Viko. Berarti masih bisa bertemu sebelum aku pulang.

Bertempat di Lorcin atau dengan kepanjangan kata Lorong Cinta, mungkin jadi tempat hits di Universitas Sanata Dharma Mrican. Biasanya anak-anak tenar yang sering duduk di sana untuk beristirahat atau menunggu pergantian jam pelajaran. Ia benar-benar datang ke kampusku untuk pertama kalinya. Duduk di sana bersama dua orang sahabatnya, Ajik dan Viko. Aku pun segera ikut bergabung. Mereka mengulas kembali kenangan ketika masih duduk di bangku SMA, tiga tahun yang lalu tepatnya. Selalu banyak canda, tawa, dan cerita hari ini di Lorcin. Lorcin yang menjadi tempat biasa untuk nongkrong, hari ini menjadi tempat pertemuan kami kembali sebelum ia pulang esok pagi pukul sembilan. 

Tak berselang lama, beberapa sahabatnya di bangku SMA mulai datang, Silut dan Peter salah duanya. Masih ada Luke yang katanya tak bisa datang. Beberapa dari mereka sudah bertemu sejak bulan Juni lalu ketika ia sebelum pindah ke Jakarta. Tapi aku, tepat di semester tujuh ini berjumpa lagi setelah dua tahun tidak saling bertatap muka, hanya saling berkomunikasi melalui Facebook Messenger

Hari ini bisa dikatakan sebagai pertemuan singkat yang mengesankan. Sampai-sampai salah satu teman sekelasku, Erni, mengatakan seperti ini,

 "Kok kalian bisa sih sahabatan dari TK sampai sekarang? Keren tau bisa awet gitu."

Ya itulah takdir, mungkin. Atau mungkin "good karma" seperti yang dikatakan oleh dosen SPD, 

"Kalau kita berbuat baik, maka kita akan memetik buah sesuai dengan apa yang sudah kita lakukan selama ini untuk orang lain." 

Ini adalah kisah lainnya dari persahabatan tujuh belas tahun. Mungkin memang tidak mudah untuk menjalin komunikasi dan membangun sebuah kepercayaan di antara dua orang, tiga orang, bahkan lebih. 

***

Lorcin yang semakin lama semakin ramai itupun membuat lampu-lampu lorong ikut dinyalakan, seolah mereka juga ingin ikut serta menerangi kisah-kisah persahabatanku dengannya dan dengan mereka. Sampai pada akhirnya hujan deras pun turun, dan membuatku untuk menanti sebentar agar tidak segera pulang. Sebenarnya belum puas harus memisahkan diri dari kisah seru mereka di Lorcin. Mengulang kembali kisah hari ini dan kemarin. Hari ini rintik hujan menutup senja dengan begitu sempurna. Membiarkan cerita ini untuk dituliskan agar tidak menjadi kenangan yang usang di dalam memori.

Hari Senin yang istimewa. Tak pernah sebelumnya seperti ini. Mengawali hari dari subuh sebelum matahari terbit, dan kembali pulang ke rumah setelah matahari terbenam. Mungkin akan lain ceritanya kalau saja tadinya aku jadi bertandang ke rumahnya. Tidak se-seru ini, tidak se-asyik ini. 

Besok pagi ia benar-benar harus pulang. Kami akan berjumpa lagi tiga bulan dari sekarang. Natal nanti, entah kisah baru apa yang akan dia ceritakan. Hanya ingin dengar saja ketika ia bercerita tentang, 

“Aku menjadi mahasiswa.”

Hati-hati di jalan. Kereta besok pagi akan membawamu kembali ke rumah. Perjalanan dengan kereta memang selalu menyenangkan. Ada banyak inspirasi di sana yang ingin masuk ke dalam kisahmu. Semoga senja esok hari akan memberikan ceritanya dengan kisah matahari tenggelam di ufuk barat, bukan dengan rintik hujan seperti hari ini.


Maria Ardianti Kurnia Sari
Yogyakarta, 5 September 2016
20:48 WIB

Popular posts from this blog

Filosofi Stik Es Krim

Gelang Tridatu: Menyimpan Filosofi Unik dalam Masyarakat Hindu Bali

Doa Harian Ibu Teresa