Kuliah Kerja Nyata Kelompok 46 Angkatan LI
Seminggu
yang lalu, tepat pada tanggal 5 Februari 2016, penarikan Kuliah Kerja Nyata
dilaksanakan. Cerita demi cerita tentang KKN memang tidak ada habisnya. Jauh dari
orang tua memang kesan pertama yang kami rasakan, mungkin sebagian dari mereka
sudah terbiasa. Kami tidak pernah menyangka akan ikut serta dan bertemu dalam
KKN angkatan 51 ini. Di sinilah awal kisah kami untuk berpetualang bersama,
berkenalan dengan orang-orang baru, dan mengukir kenangan bersama.
Petualangan
kami berawal ketika harus berkenalan dengan para warga di sana. Memperkenalkan diri
sekaligus mengundang warga untuk ikut serta dalam rapat bapak-bapak yang
diselenggarakan setiap malam tanggal 16. Sambutan mereka begitu hangat dan
ramah.
Contohnya saja
ciri khas yang diberikan oleh masyarakat di desa adalah ketika kami datang dan
berkenalan, dengan hangat mereka akan menyambut kami dengan suguhan minuman dan
makanan. Minum teh bersama-sama dengan masyarakat desa, membuat sendiri serasa
di rumah sendiri. Terkadang juga disuguhi makanan ringan dan bahkan ditawari
untuk makan bersama-sama. Ada rasa tidak enak memang, tetapi dengan kehangatan
dari masyarakat, kami juga tidak bisa menolak.
Hidup di
daerah perbatasan antara Yogyakarta dan Klaten mungkin memang berat, tepatnya
di daerah Watugajah, tepatnya di dusun Jelok Kecamatan Gedangsari yang terletak
di puncak Gunungkidul di sebelah timur. Jauh dari rumah dan hidup di lingkungan
yang baru. Sempat terpikirkan bagaimana bisa bersosialisasi dengan orang baru,
dan bagaimana menyesuaikan diri dengan kebiasaan masyarakat di desa. Sebagian besar
dari kami memang berasal dari Jawa dan setidaknya kami bisa memahami tutur bahasa
masyarakat di desa.
Di tengah
masa KKN, mungkin juga sempat terlintas sebuah kalimat, “Kira-kira aku bisa enggak
ya bertahan selama tiga puluh dua hari di sini?” Sebagian teman yang lain
mungkin sedang menikmati liburan mereka, bersama dengan keluarga mereka. Kami di
sini berlibur dan juga bekerja untuk melayani masyarakat. Di sanalah kami
berkarya untuk membantu masyarakat dalam pembelian hewan ternak, membantu untuk
mengajar PAUD dan TK, mungkin juga sedikit mengenalkan masyarakat dengan
kehidupan kami di Kota Yogyakarta. Daerah yang masih bisa disebut daerah yang
sedikit terisolasi, ke pasar saja harus menempuh jarak kurang lebih 5 kilometer,
ke gereja saja mungkin menempuh jarak 15 sampai 20 kilometer. Tapi jarak tidak
pernah menghalangi doa yang diungkapkan.
Terkadang ada
rasa untuk pulang dan meninggalkan pondokan. Namun entah apa yang membuat kami
semakin betah untuk bertahan di sana. Keramahan dan keasrian tempat yang kami
tinggali mungkin menjadi alasan. Selain itu, ada satu tempat di mana kami
sering berkumpul dan mencari sinyal untuk berkomunikasi dengan teman atau
keluarga, yakni gubug di depan rumah.
Tempat itulah yang
mungkin bisa dijadikan saksi atas perjuangan kami bersosialisasi dengan
masyarakat di sana. Tempat ini lah yang membuat kami betah duduk berlama-lama
menikmati hijaunya pemandangan. KKN sekaligus liburan, hal ini lah yang memang
terlihat jelas. Kejenuhan hidup di kota seolah terbayarkan dengan suasana desa
yang tentram dan damai, jauh dari polusi, jauh dari hiruk pikuk kesibukan di
kota.
Kurang lebih
tiga puluh dua hari kami hidup bersama, dengan sebelas karakter yang berbeda. Mungkin
saja ada rasa tidak suka di antara kami. Tertawa bersama, berbagi kisah, berkeluh
kesah, memahami kelemahan dan kelebihan masing-masing dalam sebuah keluarga
kecil. Saling memahami dan menghargai adalah kunci utama untuk menjalin
kekompakan dan kebersamaan ini. Keluarga
kecil yang mungkin akan jarang ditemukan di manapun oleh siapapun. Hal yang
menarik adalah dengan perbedaan karakter dari masing-masing, disitulah
kekompakan kami semakin diuji. Hidup bersama dengan orang-orang baru,
orang-orang yang istimewa, dan orang-orang yang mempunyai bakat luar biasa.
Kuliah Kerja
Nyata memang hanya terjadi sekali seumur hidup, namun kisah yang kami ciptakan
tentunya tidak akan menghilang dengan sekali ucap. Terima kasih untuk
kebersamaan selama tiga puluh dua hari, untuk keceriaan yang tak pernah pudar,
untuk kekompakan yang selalu menguatkan, dan untuk cinta dalam keluarga kecil
yang tak pernah terlupakan.
"But
that doesn't mean we won't have amazing adventures...
... meet
exceptional people...
and make
indelible memories." ~ Paper Towns.
Maria Ardianti Kurnia Sari
Yogyakarta, 11 Februari 2016
20:17 WIB