Menulis
“Suka
nulis?”
“Suka.”
“Hobi kamu
apa?”
“Nulis.”
“Apa yang
kamu lakukan di waktu luang?”
“Nulis dan
baca novel.”
Dari banyak
pertanyaan yang muncul, sebagian besar jawabannya sama, yakni menulis. Sebenarnya
menulis adalah salah satu hobi saya. Ketika itu saya masih duduk di bangku
taman kanak-kanak. Ketika ditanya oleh guru tentang hobi saya, saya menjawab
menulis dan membaca. Tidak jauh berbeda. Kalau boleh jujur, saya mulai untuk
menulis ketika duduk di bangku SMP. Sederhana, hanya membuat cerita pendek yang
entah menceritakan apa dengan jalan cerita yang seperti apa. Asal saja
menulisnya. Setelah jadi, ceritanya tidaklah buruk dan cerita tersebut hanya
menjadi konsumsi pribadi saja.
Sampai pada
suatu saat, saya bertanya pada diri sendiri, “Sebenarnya apa sih bakatku?”
Disitulah saya terus mencari-cari. Sebagian besar dari teman sudah mengetahui
dan bahkan mengembangkan bakat mereka. Saya? Masih bingung untuk menemukan
bakat terpendam yang saya punya. Hingga pada suatu saat saya duduk di bangku
SMA kelas XI, di sanalah saya mulai iseng untuk membuat sebuah blog. Awalnya masih
bingung untuk mengisi blog tersebut dengan tulisan apa. Cerita ataupun puisi
yang pernah saya buat, saya coba kirimkan ke blog saya ini. Di tahun 2011 juga,
saya banyak mencari referensi ataupun ide untuk menulis. Pada awalnya saya
menemukan sebuah blog milik teman saya. Sangat sederhana. Saya dan teman saya
ini masuk di program yang sama, yakni program Bahasa. Dia begitu menyukai karya
sastra, seperti karya dari Sapardi Djoko Damono dan Seno Gumira Ajidarma. Kedua
penyair ini lah yang membuat teman saya menjadi begitu kreatif dalam menyusun
kata-kata puitis di blog miliknya. Dengan susunan kata dan kalimat sederhana,
dia bisa mengutarakan isi hatinya kala itu. Sungguh menginspirasi para
pembacanya.
Dari blog
dan tulisan teman saya itulah, saya kemudian juga memberanikan diri untuk
iseng-iseng menulis. Cerita pendek, menjadi pilihan utama dalam tulisan saya. Sebenarnya
ada banyak hal yang bisa diungkapkan melalui tulisan, namun terkadang hanya
bingung dan rasa malas yang membuatnya menjadi gagal dan buyar untuk
dilaksanakan.
Ketika suatu
hari, saya datang ke rumah nenek saya. Di sana saya bertemu dengan om saya yang
juga suka menulis. Beliau sangat menginspirasi dan sering memberikan motivasi
untuk saya. Ditengah-tengah percakapan, beliau berkata,
“Aku udah
lihat blogmu. Ternyata kamu punya bakat nulis, Sar.”
“Darimana
om tau tentang blogku?”
“Aku iseng
aja cari namamu di Google. Ternyata banyak juga fotomu. Hahahaha…”
Seperti itulah
beliau bercanda dan bercakap-cakap dengan saya. Menyenangkan karena saat itu
ada satu orang dari keluarga yang terus mendorong saya untuk mengembangkan
bakat ini.
Blog yang
dulu pernah saya tinggalkan karena saya sibuk untuk persiapan ujian. Banyak ide datang, namun terkadang tidak sempat untuk membuka blog. Hingga pada akhirnya
blog milik teman saya dihapus karena dia harus melanjutkan studinya ke jenjang
yang lebih tinggi dan harus lebih berkonsentrasi dengan dengan studinya, tanpa
alat komunikasi elektronik. Untung saja saya sudah mendownload salah satu tulisan
miliknya sebelum dia menghapus blognya. Tulisan terakhirnya yang
begitu menginspirasi, yang menyebutkan bahwa satu kata apabila disusun akan
menjadi sebuah cerita. Itulah yang sampai saat ini terus saya ingat.
***
Waktu terus
berjalan, saat masuk ke dunia kuliah, saya semakin mengenal arti menulis yang
sebenarnya. Saat itu saya duduk di semester tiga. Program studi saya mengadakan
sebuah workshop menulis yang diselenggarakan oleh salah satu alumni Pendidikan
Bahasa Inggris Universitas Sanata Dharma. Saya mengikuti kegiatan tersebut. Selama
kurang lebih lima jam saya mengikuti workshop itu, banyak sekali ilmu yang saya
peroleh dari sana. Berawal dari satu kalimat yang kemudian terus disusun
sehingga pada akhirnya membentuk sebuah cerita. Di situlah, narasumber
memberikan kesempatan untuk para penulis pemula dan mengirimkan karyanya
melalui email dan kemudian akan diseleksi. Sempat tidak yakin dengan karya yang
saya buat. Hanya cerita pendek. Sebenarnya tidaklah mudah untuk menuliskan
sebuah ide dan membentuknya sebagai sebuah cerita pendek yang bertemakan “cinta”.
Melalui workshop
itulah, saya dan beberapa teman berhasil untuk menerbitkan sebuah buku yang
berisi kumpulan cerita pendek dengan tema Nembak Itu Seruu!!
Saya menyadari bahwa disinilah awal perjuangan saya untuk menulis dan menyadari bakat yang saya miliki. Ketika bertemu denga om saya lagi, beliau hanya memberikan sebuah pesan,
Saya menyadari bahwa disinilah awal perjuangan saya untuk menulis dan menyadari bakat yang saya miliki. Ketika bertemu denga om saya lagi, beliau hanya memberikan sebuah pesan,
“Cerpen jadi awal keberhasilanmu sebagai
penulis di masa yang akan datang. Saat cerpen ini nanti terbit, bersiaplah
memasuki dunia menulis yang sangat luas dan indah. Kita tidak tahu, bukumu akan
membawamu ke mana saja, ketemu siapa saja, dan seterusnya. Biarlah karyamu
menuntunmu...”
Mulai dari nasihat itulah, saya terus mengembangkan bakat saya
ini. Dan masih di tahun yang sama, 2015, kali ini saya ditantang untuk bisa
menerbitkan tulisan saya di salah satu media cetak lokal di Jogja. Tawaran itu
muncul ketika om saya datang ke rumah dan memberikan sebuah media cetak yang terdapat
tulisan beliau di halaman depan.
“Aku udah kasih koran. Nih tulisanku. Gantian kamu dong yang
nulis. Terbitin di sini.”
“Hahahaha… nulis di koran ya om? Tentang apa?”
“Tentang kegiatan play performance mu aja tuh.”
“Hmmmm bisa-bisa.”
“Kapan terbit?”
“Setelah play?”
“Kelamaan Sar….”
“Minggu ini?”
“Waduh…. Aku besok mau ngamen om. Cari dana untuk play
performance.”
“Ya udah ceritain gimana play mu, gimana ngamennya.”
“Hmmmm…. Oke lah om…”
Awalnya saya memang ragu, terlihat jelas ketika om saya menawari untuk menerbitkannya di sebuah media cetak. Media cetak itu diterbitkan pada tanggal
13 November 2015 tepatnya lima belas hari sebelum pementasan Play Performance
itu diselenggarakan. Entahlah apa yang akan terjadi apabila saya tidak berani
mencoba tantangan itu. Menantang memang karena itu merupakan pengalaman pertama
bagi saya. Menarik. Itu yang saya simpulkan karena dari hal itulah saya dikenal
oleh teman-teman saya. Hingga pada hari-hari berikutnya menjelang Play
Performance, saya berusaha untuk menuliskan artikel-artikel yang nantinya juga
akan dimuat di media cetak dan online.
Tak hanya itu, berkenalan dengan beberapa orang yang juga
berkecimpung di dalam dunia redaksi. Begitu mengasyikkan bisa berkenalan dengan
banyak orang yang sudah ahli dibidang mereka masing-masing. Mengenal karakter
para orang-orang redaksi yang mayoritas adalah easy going karena mereka memang
bekerja untuk mencari berita-berita terbaru yang esok paginya akan dimuat di
dalam media cetak maupun online.
Jurnalistik. Mungkin inilah aliran yang saya ambil. Pada awalnya
saya begitu semangat untuk terus menuliskan cerpen. Cerpen merupakan karya
imajinatif meski tidak semuanya. Namun entah apa yang membuat saya tertarik
dengan dunia jurnalistik. Hal itu belum lama saya kenal. Mengalir saja ketika
menuliskan suatu hal tanpa harus memikirkan konflik ditengah-tengah cerita,
tokoh, dan juga penyelesaian yang rumit. Sewaktu Kuliah Kerja Nyata pada bulan
Januari kemarin, saya kembali mengisi di salah satu kolom inspirasi di salah
satu media cetak lokal. Ceritanya sederhana, sebuah pengalaman melalui pandangan
mata dan lidah. Tidak rumit, hanya mungkin meyentuh. Ditengah keadaan yang
terkadang gampang-gampang susah untuk mendapatkan koneksi internet karena
artikel tersebut harus dikirim melalui email. Mengalir, dalam waktu satu hari
berhasil menghasilkan lima ratus kata untuk dibagikan kepada banyak orang. Dan karena
tantangan inilah, biarkan orang berkata apa tetapi setidaknya saya sudah berani
untuk jujur dengan diri sendiri.
Bukan “ide datang lalu menulis”, melainkan “menulis maka ide
datang” ~ Om AAKuntoA
Maria Ardianti Kurnia Sari
Yogyakarta, 1 April 2016
22:35 WIB