Titik Temu #2
- #titiktemu menuju #titikterang: refleksi cerita dan perjumpaan di tahun 2022.
Titik temu. Seperti apa yang sudah pernah
aku tuliskan di bulan Januari 2022 lalu ─ sebuah
perjalanan refleksi di tahun 2021 dan segala problematika yang terjadi
sepanjang tahun 2021. Menyesal? Tidak. Aku justru mensyukuri setiap
problematika itu dan menjadikannya sebuah perjalanan menuju pengalaman yang
akhirnya membawaku sampai sejauh ini.
Perjalanan ‘titik temu’ itu diawali di
sebuah kedai kopi bersama dengan teman kecil yang sudah lama tidak aku temui.
Dia memulai kisahnya dengan banyak cerita di masa lalu dan segala permasalahan
yang juga pernah dia hadapi. Dari situlah kisah dan cerita titik temu ─ tentang
sebuah perjumpaan di tahun 2022 dimulai. Kembali bertemu dengan teman-teman
lama ataupun dengan orang-orang baru yang memberikan kesan positif di dalam
hidupku. Aku ingat betul, dulu ada seseorang yang pernah berkata, Terima
kasih ya sudah menjadi bagian dari rencana Tuhan dalam sejarah hidupku.
Kalimat itu yang akhirnya aku maknai hingga sampai saat ini. Setiap titik temu
selalu memberikan kesan istimewa dan selalu meninggalkan impresi yang beragam.
Mungkin banyak dari kalian yang
bertanya-tanya, Apa sih ‘titik temu’? Tentang apa? Tentang sebuah pertemuan biasa
saja, kan? Ya. Mungkin bagi sebagian orang hal itu hanyalah sebuah
pertemuan biasa, bertanya-jawab kabar, sekadar nongkrong di coffee shop
langganan mereka, makan bersama, lalu diakhiri dengan foto bersama. Tapi
bagiku, kesan ‘titik temu’ sangatlah berbeda. Lebih mengenal setiap pribadi,
baik secara langsung ataupun melalui sambungan telepon.
Titik temu, bagiku itu adalah hal yang
luar biasa karena untuk pertama kalinya, di tahun 2022, aku memberanikan diri untuk belajar menghargai waktu di setiap perjumpaan. Tahun
2022 sudah memberikan kontribusi kesempatan dan juga banyak
perjumpaan yang bisa dipelajari. Satu-persatu dari mereka aku temui dan tanyai ─
tentang hidup, masalah apa saja yang pernah hadapi, bagaimana menyelesaikan masalah itu, bagaimana tetap bertahan, bagaimana berelasi kembali dengan sesama dan pencipta, serta apa saja impian yang ingin dicapai. Semua jawaban mereka selalu memberikan peneguhan, keberanian
untuk menghadapi masalah dan tantangan, teguh di dalam iman, dan selalu yakin
akan adanya harapan baru di setiap pengalaman.
Sebelum aku tanya, kamu mau cerita apa
duluan? Sebuah pertanyaan yang pernah ditanyakan omku dan aku
praktekkan ke teman-teman yang aku temui. Kaget, pasti. Kamu kenapa tanya
begitu? Beberapa dari mereka pasti melontarkan pertanyaan itu. Aku terkadang sudah menyiapkan beberapa pertanyaan tambahan untuk bisa direfleksikan
bersama di saat kami bertemu.
Sejujurnya, semua pertemuanku dengan
mereka selalu memberikan impresi yang baik; impresi yang sayang untuk
dilupakan. Setelah diawali dari cerita dan perjumpaan di kedai kopi itu, ada juga perjalanan pertama di tahun 2022 dari Yogyakarta ke
Bandung bulan Juni lalu dan menuju ke perjalanan berikutnya dari Yogyakarta ke
Surabaya berapa hari menjelang Hari Natal 2022. Perjalanan paska pandemi yang
mengesankan; menemui dan semakin mengenal orang-orang dengan beragam karakter
dari kedua daerah itu. Perjalanan yang nantinya mungkin akan mengantarkanku ke
perjalanan kehidupan yang berikutnya. “Katanya mau keliling Indonesia kan,
Sar?” kata omku saat itu, “kalau mau keliling Indonesia, kamu harus berani coba
makanan daerahnya seperti apa.”
Perjalanan
itu juga mengingatkanku pada cerita dan pertemuanku dengan salah satu teman
kuliah. Dia seorang perempuan. Selama kuliah, kami belum pernah akrab. Sesekali
kami hanya bertegur sapa ketika ada event bersama. Namanya Maria. Ya,
nama baptis kami sama. Dari teman-teman yang aku temui di tahun 2022, mungkin
Maria lah satu-satunya teman lama yang paling sering aku temui. Obrolanku
dengan Maria diawali dari obrolan biasa di Twitter, tahun 2021, “Maria, ini di
mana? Orang-orang banyak banget yang foto sama pohon kelapa estetik ini.”
“Ini di dekat rumahku, Sar. Iya
orang-orang pada foto di sini. Dan emang bagus banget sih.”
Sejak
obrolan seputar pohon kelapa itulah, aku akrab dengan Maria. Mungkin di tahun
2022 ini, kami sudah bertemu sekitar empat kali. Uniknya lagi, di setiap titik
temu itu, kami selalu pakai baju warna senada walaupun kami sama sekali tidak
pernah janjian sebelumnya.
Titik temu itu diawali di Gua Maria
Sendang Jatiningsih. Aku sedikit lupa bagaimana obrolan itu mengalir. Dia
banyak cerita tentang kehidupannya dan bagaimana dia menyikapinya. Aku tidak
pernah merasa penasaran tentang apa yang terjadi di dalam kehidupannya. Aku memang lebih sering diam, belajar untuk mendengarkan
tanpa harus menghakimi dan menjatuhkan. Sesekali pertanyaan spontan keluar dari
mulutku sebagai penyeimbang dari cerita yang disampaikannya. Sejak cerita dan
perjumpaan di Gua Maria Sendang Jatiningsih itu, aku merasa harus ada perjumpaan
selanjutnya. Sesekali aku mengirimkan pertanyaan acak dan Maria tidak pernah keberatan
untuk menjawabnya ─ lika-liku yang dihadapinya di tahun 2017; skripsi,
kesehatan Ibunya, dan masalah kehidupan cintanya.
Perjumpaanku dengan Maria terulang kembali
di tempat yang sama dengan cerita yang berbeda. Mencari kecocokan waktu untuk
bertemu mungkin menjadi kendala. Pernah suatu hari kami memutuskan untuk bertemu
di Mall Galeria. “Kamu kelihatan capek banget, Sar,” katanya waktu itu.
“Apa iya?”
“Iya. Kayak lemes gitu suaramu.”
“Mungkin karena masih menyesuaikan jam
kerja sekaligus training, Mar.”
“Kamu jaga kesehatan ya, Sar.”
“Gimana kerjaanmu?” tanyaku untuk memulai
percakapan itu. Aku ingat betul, saat itu dia sedang bimbang karena harus
memutuskan untuk tetap bertahan di tempat kerja yang lama atau harus pindah ke
tempat kerja yang baru. Aku pernah menulis, di tulisanku yang sebelumnya, kadang
manusia harus dihadapkan pada rasa kecewa ─ entah kecewa karena sebuah
keputusan ataupun dikhianati orang terdekat. Aku tau betul bagaimana rasanya,
tapi kalau orang itu tulus ingin berteman dengan kita, dia akan menerima kita
apa adanya, mendukung mimpi-mimpi di masa depan, dan tentu akan bangga karena
pencapaian yang sudah diraih; bukannya malah saling menjatuhkan. Ada kalanya
manusia juga iri dengan kita. Tapi, apa sih sebenarnya tujuan mereka iri dengan
hidup kita? Katanya, iri adalah tanda tak mampu ─ mereka tidak mampu
meraih impian seperti yang sudah kita capai.
Lantai Bumi, 29 Desember 2022 ─ menjadi
pertemuan finalku dengan Maria di tahun 2022. Obrolan selama kurang lebih empat
jam dan menjadi momen untuk menyimpulkan cerita-cerita yang sudah kami bagi,
baik suka dan dukanya. Kemarin, aku tanya padanya, “Kamu pernah capek enggak
sih, Mar?”
“Pernah dong Sar.”
“Gimana kamu menyamarkan rasa capekmu itu,
Mar?”
“Bersyukur setiap hari…. Apa lagi ya?”
“Tapi emang bener sih, Mar. Menurutku, bersyukur jadi salah satu kunci bahagia. Aku pernah praktekkin, doa malam selalu bilang ‘terima kasih’ sebagai ungkapan syukur dan hari-hari yang aku alami berjalan dengan mudah. Kalau caranya biar sehat terus gimana, Mar? Aku habis sakit sebelum ke Surabaya.”
“Nah betulkan.
“Gini amat ya punya nama baptis ‘Maria’?! Hahaha…
ditempa seperti Bunda Maria,” kataku lagi.
“Iya, Sar. Tapi dari Dia, kita jadi banyak belajar. Tantangan di hidup kita memang enggak seberat Bunda Maria, tapi dari Dia kita jadi banyak belajar, kan? Jadi berani menghadapi kendala dan Dia juga yang jadi panutan kita selama menjalani keseharian.”
Mengenal Maria, satu tahun belakangan ini mungkin jadi berkat buatku karena sosoknya sebagai pengganti ‘teman lama’ yang pernah mampir lalu entah hilang ke mana. Cerita kami hampir mirip, untuk pekerjaan salah satunya. Dari Maria, ada hal yang aku pelajari darinya selama obrolan kami setahun belakangan ini. She is one of the inspiring women I met in 2022. Why? Because I learnt many things from her; her experiences, relationships with God and others, and how she faces her problems and how she deals with it.
Maria, terima kasih ya untuk perjalanan
cerita dan perjumpaan kita di tahun 2022 ini. Ada banyak inspirasi yang secara
tidak langsung kamu sampaikan. Semoga ‘titik temu’ di tahun 2022 ini akan
membawa kita menuju ke ‘titik terang’ di tahun 2023. Sampai jumpa di cerita dan
perjumpaan di tahun 2023 ya, Mar!
Maria Ardianti Kurnia Sari
Yogyakarta, 31 Desember 2022