Kerinduan dan Kisah yang Masih Tersisa

Hari ini ujian akhir semester telah usai, itu tandanya semester enam yang saat ini aku jalani juga sudah berakhir. Sebenarnya masih ada beberapa ujian yang harus dikerjakan take home. Entah kenapa, hari ini jadi hari yang WOW setelah berakhirnya ujian? Selo? Mencicil selo. Mungkin itu yang ingin aku lakukan di saat liburan nanti.

Hari ini, sebenarnya bukanlah hal yang aneh untuk berkunjung ke sekolah lama, yakni SMA. Entah mengapa SMA khusus putri ini menjadi tempat yang begitu favorit selanjutnya. Tadinya tidak pernah terpikirkan untuk datang kembali, tetapi karena punya kenalan Dek Vina di sana, lumayan lah aku jadi sering main ke sana. Guru-guru yang beberapa masih sama, masih ingat dengan muka dan nama, masih ingat dengan pengalaman yang pernah dijalani di sana. Bahkan Dek Vina pun punya misi untuk mempertemukanku dengan salah satu guru favoritku di sana, Frau Endah yang adalah guru bahasa Jerman.

Siang tadi, tepatnya di Pendopo SMA Stella Duce 2, sengaja aku, Dek Vina, dan Dek Ajeng menepi di sana. Beberapa guru keluar masuk dari ruang guru. Beberapa guru lama yang aku kenal, aku sapa dan bersalaman dengan mereka, salah satunya, Frau Endah. Seolah mendapat wejangan baru dari beliau.

“Sudah selesai?” tanya Frau Endah.

“Sudah selesai semester enam Frau.”

“Gimana kuliahnya?”

“Semester depan semester tujuh Frau, tapi saya mau PPL di semester delapan.”

“Akhirnya misiku berhasil,” kata Dek Vina dengan riangnya. “Aku tinggal dulu ya.”

“Wah hebat kamu aktif nulis sekarang,” lanjut Frau Endah.

“Masih mencari jati diri Frau.”

“Gak usah dicari. Kamu sudah menemukannya di dunia menulis. Sudah bikin buku to?”

“Hehehe…. Itu buku cerpen berjamaah Frau. Saya kenal dengan dunia menulis dari Om saya. Tuh Dek Vina juga penulis kok Frau.”

“Saya sebenarnya suka dengan Vina. Saya lihat dia punya passion dan motivasi yang tinggi. Ayah dia kemarin saya wawancara. Makanya saya kenal dengan beliau. Saya hanya merasa angkatannya Vina ini beda dengan angkatan sebelumnya karena kemarin sempat pakai K13 yang siswanya belum tahu apa-apa sudah langsung penjurusan. Kelas Bahasanya saja beda dengan yang sebelumnya. Saya suka dengan kelas Bahasa angkatanmu. Bandel iya. Tapi bandelnya itu beda. Bandel-bandel anak TK, bukan bandel anak SMP/SMA. Dan bandelnya itu bikin gemes, karena bandelnya aktif. Mr. Arko juga pernah bilang waktu itu. Lebih suka dengan kelas Bahasa di jamanmu.”

“Hahahaha…. Bisa gitu ya Frau?”

“Iya. Kalau kelas Bahasa yang sekarang, minta ampun. Bandelnya gak bisa diatur. Bagus kelas Bahasa yang barusan lulus. Ajeng, dia bagus di kelas Bahasa. Tapi menurut saya kelas Bahasa yang sekarang karena efek K13 yang dia tidak minat di sini kok malah masuk jurusan Bahasa.”

“Terus sekarang Frau jadi wali kelas?”

“Jam terbang saya 38 jam per minggu. Tidak sempat lagi untuk jadi wali kelas. Saya juga sudah bukan kesiswaan lagi yang bisa tahu anak-anak seperti apa. Sehari bisa ngajar 7 sampai 8 jam.”

“Tapi yang saya suka dari Frau Endah adalah semangatnya. Makanya waktu itu kami bandel tapi masih bisa di handle karena semangat Frau Endah.”

Wajah Frau Endah mendadak merah karena tertawa. Aku memang terinspirasi dari sosok Frau Endah. Bersyukur pernah menjadi salah satu anak didiknya.

***

Waktu semakin sore, pukul 15:00 Dek Vina mengajakku ke Lapangan Basket Trenggono. Sebenarnya sudah mau pulang, tapi ada satu pesan masuk dari Novan,

Dimana?

Di Stero. Lapangan basket. Ke sini lah. Nanti kalo udah sampek Indomaret, bilang yak.

Sebenarnya ada rasa enggak enak. Mengganggu orang sibuk? Iya. Lagian dia juga baru sembuh dari sakit. Sebenarnya hari ini aku dan Dek Vina berencana untuk nongkrong bertiga. Namun, salah satu dari kami masih sibuk dengan tugas ujian akhir semester. Tidak perlu menunggu lama, Novan datang ke lapangan basket. Buat apa? Mengajari Dek Vina dan Dek Ajeng fotografi. Hanya itu. Mungkin juga hal ini jadi pengalaman baru baginya untuk memotret kegiatan olahraga. Mungkin juga bisa dijadikan bahan refreshing karena beberapa hari kemarin disibukkan dengan ujian take home sampai harus lembur sampai pagi. Sebenarnya tidak menyangka juga dia mau datang dan sedikit-sedikit mengajarkan ilmu fotografi yang dia miliki. Sedikit ada rasa letih di raut mukanya mungkin karena masih pada masa pemulihan.

Setelah beranjak semakin sore, setengah hari sudah aku berada di Stero, sebutan untuk SMA Stella Duce 2. Cukup mampu untuk menghabiskan masa-masa selo sehari sebelum berkutat lagi dengan ujian take home yang belum usai. Ada banyak hal yang aku pelajari selama setengah hari ini. Kembali menemukan aku yang dahulu yang selama tiga tahun harus bertatap muka dengan para putri-putri dari seluruh Indonesia, putri-putri yang punya semangat juang yang tinggi dan yang tidak akan ditemukan di sekolah lain.


Makasih Dek Vina, Dek Ajeng, Dek Jo, Novan dan teman-teman basket yang belum aku kenal semua. Makasih untuk setengah hari yang memuaskan, setengah hari yang telah mengingatkan rindu dan kisah yang masih tersisa di sini.


Maria Ardianti Kurnia Sari
Yogyakarta, 10 Juni 2016
20:03 WIB

Popular posts from this blog

Filosofi Stik Es Krim

Gelang Tridatu: Menyimpan Filosofi Unik dalam Masyarakat Hindu Bali

Doa Harian Ibu Teresa