Ganjuran Terik di Kala Siang
Banyak yang enggan keluar rumah di kala
siang. Panas, kata mereka. Sang raja siang tepat di atas kepala dan bayanganpun
tepat tidak terlihat.
Siang begitu terik, namun ada kesejukan
di sana. Pohon-pohon yang kokoh melindungi mereka dari sengatannya. Sesekali angin
sepoi-sepoi membuat mereka semakin larut dalam doa. Menyebut nama Santo-Santa
pelindung yang menjaga diri mereka. Angin siang itumulai membuai mereka. Menyadarkan
mereka akan bangunan kokoh Candi Tyas Dalem Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran di
siang hari. Sesekali daun berguguran, seakan ingin ikut berdoa.
Matahari semakin meninggi. Menciptakan peluh
di pelipis mereka. Tampak sesekali mereka mengusapnya dengan sapu tangan atau
handuk kecil. Mata mereka masih terpejam, mulut mereka masih mengucapkan
mantra-mantra doa, dan hati mereka masih enggan untuk beranjak.
Candi Tyas Dalem Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran
masih kokoh ketika hujan turun, angin kencang, dan panas terik, serta gempa
bumi beberapa tahun silam. Ia menjadi saksi kesetiaan mereka, para peziarah
yang selalu percaya kepadaNya.
Ganjuran terik dikala siang. Menyisakan doa
dan cerita yang bergumul di sana. Mengajak mereka untuk berdiam sejenak
menerima panas rahmatNya di siang itu. Ganjuran terik di kala siang. Membiarkan
peluh itu terus mengalir dan digantikan oleh segarnya air Perwitasari. Ganjuran
terik di kala siang. Menyejukkan angan dan doa yang terbawa angin agar sampai
dipangkuanNya. Menebarkan cintaNya melalui angin menyejukkan di kala terik di
siang hari.
*photo by: Maria Ardianti Kurnia Sari
Maria Ardianti
Kurnia Sari
Yogyakarta, 7
Agustus 2016
23:26 WIB